jump to navigation

kenapa…? April 19, 2008

Posted by agusdd in astronomi, lintas milis, perenungan, science, Sejarah, umum.
trackback

Sebuah tulisan menarik yang bisa menjadi renungan dan kisah dalam sebuah sejarah tentang keislaman dan teknologi. . Ditulis oleh seorang pakar Aerospace Engineering, almuni ENSAE Toulouse PerancisDosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah, Surakarta, Indonesia.

Pertama kali saya mendengar tentang Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi pada tahun 1988 melalui sebuah majalah berita mingguan yang menceritakan pribadi dan perjuangan beliau yang begitu unik dan menarik hati, khususnya bagi saya yang ketika itu sangat merindukan sebuah kehidupan Islam ala Rasulullah SAW. Majalah itu menceritakan betapa beliau mencuba untuk mengamalkan Islam dan sunnah Rasulullah SAW dalam semua aspek kehidupan. Ketika itu saya berada di Paris sedang menyelesaikan program Masters saya dalam bidang Aeronautical Engineering.

Saya baru mendapat kesempatan berjumpa dengan beliau 2 tahun kemudian (Juli 1990) di Paris ketika beliau membawa rombongan dakwah untuk berdakwah di beberapa negara di Eropah. Sejak itulah saya tertarik untuk mengkaji dan menganalisa pribadi, keluarga, buah pikiran dan perjuangan beliau. Ternyata semakin saya kaji, semakin saya menjumpai pesona-pesona baru, baik yang berkaitan dengan ketinggian akhlak, rasa bertuhan yang tajam, buah pikiran dan perjuangan yang global dan luar biasa. Pemikiran dan perjuangan beliau begitu luas, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pada tulisan ini saya hanya akan memfokuskan pemikirannya dalam bidang sains dan teknologi saja.

Suatu hari dengan agak ragu-ragu saya bertanya kepada beliau tentang universe atau alam semesta. Saya khawatir pertanyaan saya tidak tepat dan akan membuat beliau merasa kurang senang. Tetapi yang terjadi luar biasa. Setelah diam hampir 5-6 saat lalu beliau mulakan dengan Bismillahirrahman nir Rahim, lalu beliau uraikan tentang alam semesta bermula tentang tahap-tahap ‘the creation of universe’ (penciptaan alam semesta) oleh Allah SWT yakni alam semesta ini ada permulaannya dan akan ada akhirnya. Allah saja yang tahu kemaha-luasan alam semesta dan jumlahnya sangat banyak bahkan mungkin tak terhingga atau infinit. Ada alam yang lahir ada yang ghaib. Dalam setiap alam Allah menciptakan makhluk-makhluknya. Setiap makhluk dapat bemusafir (traveling) ke dalam alam lainnya dengan izin Allah SWT. Seluruh universe akan berakhir melalui suatu proses yang disebut kiamat.

Saya terpegun. Beliau yang tidak menempuh pendidikan sains dan teknologi ternyata mampu menerangkan ilmu aerospace kepada seorang PhD aerospace lulusan Perancis dengan sangat ilmiah dan masuk akal. Persiapannya hanyalah 5-6 saat saja. Sedangkan para ahli kosmologi menghabiskan ratusan tahun dan berbilion dolar untuk menciptakan berbagai alat penelitian dan mengkaji alam semesta. Bahkan seorang saintis paling top saat ini di England menghabiskan umurnya hanya untuk membuktikan secara ilmiah dan matematik bahwa alam semesta ini ada permulaan dan akan ada akhirnya.

Pada kesempatan lain saya bersama 2 orang kawan yang masing-masing pemegang PhD dalam bidang sains dan teknologi dari Perancis dan Jepang berdiskusi dengan beliau tentang falsafah sains.

Berikut adalah uraian ringkas dari hasil diskusi tersebut yang pernah saya sampaikan dalam sebuah seminar ilmiah tentang Sains pada Augustus 2002 di Washington Convention Center yang dihadiri ratusan saintis, profesor dan engineer dari seluruh dunia Islam.

——————————————————————–

Falsafah Sains Tajdid

(Menurut Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi)

Kita mengakui bahwa sains memang telah mengambil peranan penting dalam pembangunan peradaban material. Penemuan-penemuan sains telah memberikan bermacam-macam kemudahan hidup bagi manusia. Semua ini adalah nikmat, anugerah dari Tuhan yang patut manusia syukuri.

Tetapi kelihatannya, semakin maju manusia, semakin sains berkembang, tetapi semakin sedikit manusia yang bersyukur. Malah kejahatan yang ada bertambah kejam dan canggih. Adakalanya manusia sudah hilang kemanusiannya. Yang lebih menyedihkan lagi, banyak saintis dan pakar teknologi yang menuhankan ilmunya, sampai tanpa disadar mereka diperbudakkan oleh ilmunya.

Mengapa dengan semakin berkembangnya sains, manusia semakin jauh dari ketenangan dan kebahagiaan? Bukanlah sains itu yang perlu dibuang.

Sebenarnya yang jadi masalah pada dunia dari dulu sampai sekarang bukan karena sains, teknologi dan produk-produknya, tetapi yang menjadi masalah adalah pada manusianya. Bila manusia bermasalah, maka sains, teknologi dan produk-produknya akan menjadi masalah.

Sebab itu masalah utama yang perlu dibaiki adalah ‘manusia’nya yang sudah tidak ada ‘rasa hamba. Jadi sebelum membahas peranan sains dan cara memanfaatkannya, sangat penting dibahas peranan manusia.

Tuhan menjadikan manusia di dunia ini sebagai hamba dan khalifah untuk mentadbir dunia. Maka Tuhan tahu apa yang mesti dibekalkan pada manusia.

Tuhan datangkan manusia ke dunia dengan khazanah, aset kekayaan baik yang bersifat material atau pun berupa ilmu, sains dan teknologi. Tujuannya supaya khazanah-khazanah dan kekayaan, segala kepandaian yang Tuhan izinkan manusia menguasainya, dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk hamba-hambaNya juga. Maka akan timbullah kasih sayang diantara sesama manusia. Jadi sains dan teknologi bukan berdiri sendiri. Tuhan jadikan semuanya sebagai alat untuk melahirkan kasih sayang antara sesama manusia.

Sebagai hamba, manusia mesti memiliki rasa kehambaan. Maka ia akan merasa bahwa dirinya adalah hak Tuhan. Sains, teknologi dan produk-produknya juga hak Tuhan. Maka dia akan gunakan sains, teknologi dan dirinya menurut apa yang Tuhan kehendaki.

Bila rasa hamba sudah tiada, maka manusia akan sombong, zalim, menyalah gunakan kuasa. Segala kekayaan ilmu, khazanah sains dan ekonomi yang Tuhan anugerahkan yang sepatutnya digunakan untuk berkasih sayang, dia akan ambil untuk kepentingan diri.

Letak kehebatan seseorang bukan karena dia pandai, ahli sains, kaya, berkuasa, berpendidikan tinggi, atau mencetuskan penemuan-penemuan sains hingga mendapat hadiah nobel, tetapi pada rasa hamba dan dapat mengekalkan sikap kehambaan dalam kehidupan sehari-hari.

Bila dia menjadi seorang pemimpin atau berperanan dalam berbagai bidang, sambil dapat mengekalkan sifat hambanya, barulah dia dapat dibanggakan. Pemimpin dan saintis yang mempunyai rasa hamba tidak akan menyalah gunakan kuasa dan alat-alat yang Tuhan bagi bahkan ia akan turut berperanan dalam melahirkan keamanan, kedamaian, dan keharmonian.

Mengekalkan rasa hamba bukanlah satu tugas yang mudah. Ini lebih sulit dari pada menguasai ilmu atau mencipta formula baru dan membangun peradaban material.

Oleh karenanya, untuk mendapatkan sains, Tuhan tidak perlu mengutus Nabi dan Rasul. Bahkan orang yang tidak kenal Tuhan pun Tuhan beri juga kemampuan itu. Tetapi untuk mendapatkan rasa hamba yang memang sangat diperlukan manusia, Tuhan mengutus Nabi dan Rasul.

Sejarah telah membuktikan bagaimana sahabat-sahabat telah berhasil membangun masyarakat yang aman, damai dan harmonis serta membuat orang-orang kafir masuk Islam. Bukan karena kagumnya mereka dengan sains dan teknologi para sahabat, tetapi karena faktor taqwa.

Sekarang banyak saintis Islam di dunia, bahkan sudah ada yang mendapat hadiah nobel. Sudah berapa banyak orang masuk Islam karena sains mereka? Sekarang bukan saja dengan saintis orang tidak tertarik dengan Islam, bahkan karena belajar sainslah, ada yang hingga terganggu keislamannya.

Karena terlalu membesarkan sains, ada seorang pelajar berkata : “Tuhan tidak tahu buat kapal terbang, tetapi Amerika yang membuat kapal terbang “ Sudah banyak yang syirik karena sains.

Padahal sains hanya satu juzuk kecil dalam kehidupan manusia. Kita mesti memanfaatkan sains supaya manusia semakin takut dengan Allah dan dapat mengatur dunia modern agar manusia takut dengan Allah.

Sepatutnya para saintislah orang yang paling takut dengan Allah. Tapi karena hal itu tidak terjadi, maka berapa banyak ingatan dari Tuhan yang Allah datangkan dengan menggunakan hasil teknologi manusia sendiri.

Karena kita adalah hamba dan khalifah Tuhan, dan sains itu juga hak Tuhan, maka untuk menjadi saintis yang berjaya, manusia mesti mengambil standard tolok ukurnya orang-orang yang Tuhan telah pilih menjadi saintis yang berjaya.

Saintis terbesar selama dunia ini ada tentulah Rasul Muhammad SAW yang dengan sains rohaniahnya telah ‘memalaikatkan’ manusia, sedangkan kebanyakan saintis sekarang telah ‘menghewankan’ manusia.

Saintis Islam, atau Ulil Albab, mesti mengintegrasikan sains dengan rasa bertuhan. Dalam Al Quran Allah berfirman:

Artinya:‘(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi….’Al Imran ayat 191

Dengan ayat ini, Allah menyuruh manusia untuk mengingati Allah dahulu di waktu berdiri, duduk, bahkan berbaring. Setelah itu barulah disuruh berfikir dan mengkaji.

Dengan kata lain, ahli sains akan selamat dan menyelamatkan jika ia bermula dengan menanamkan rasa bertuhan, rasa kehambaan, baru setelah itu berfikir dan mengkaji. Kalau tidak, hasil kajian itu akan menjadi ‘tuhan’nya dan ianya akan rusak dan merusakkan.

Lihatlah bagaimana Rasul datang memberi contoh kepada manusia, yaitu diawali dengan menajamkan roh para sahabat, artinya mendidik para sahabat hingga memiliki sifat taqwa.

Dalam Al Quran Allah berfirman yang maksudnya takutilah Allah, nanti Allah akan mengajar kamu.

Jadi menajamkan roh adalah dengan bertaqwa. Bila roh tajam atau mempunyai sifat taqwa maka akan dapat mencerahkan dan mencerdaskan akal. Roh kuat, akal pun kuat.

Inilah kaedah Islam dalam mencerdaskan akal. Tetapi jika berawal dari akal, maka boleh jadi roh akan bertambah buta. Kalau dari akal semata-mata, mungkin cerdik tetapi dia akan tersesat.

Rasulullah SAW diturunkan bukan saja pada bangsa yang terbelakang, bahkan mereka tulis baca pun tidak tahu. Tapi dengan datangnya Rasulullah SAW Bangsa Arab Badwi bukan saja menjadi bangsa yang rohnya tajam, akhlaknya luar biasa, tetapi akalnya terbuka, sehingga lahir bermacam-macam ilmu.

Di samping manusia berakhlak tinggi, kemajuan pun tinggi. Kalau hanya pandai, tapi roh tidak dibangun maka akan seperti hewan atau syaitan. Kepandaian disalah gunakan, seperti orang jahat dapat senjata.

Nabi Sulaiman as. ketika melihat ahli sainsnya berjaya memindahkan istana Ratu Balqis dalam sekelip mata, ia bertanya pada dirinya, Ya Allah akankah aku syukur atau kufur atas nikmatMu ini? Ini seorang nabi, begitu cemasnya mendapatkan suatu anugerah dari Tuhan. Apalagi manusia biasa, patutnya setiap kali mendapatkan sesuatu yang baru dari Tuhan, tentu merasa lebih cemas lagi dari itu.

Arsitek Blue Mosque adalah Mimar Sinan yang asalnya hanya seorang penjaga kuda Sultan, apabila diilhamkan, yakni dipandaikan oleh Tuhan secara karamah melalui mimpi, lalu paduan akal dan roh yang dicerdikkan oleh Tuhan ini telah menghasilkan seorang arkitek yang berjaya menghasilkan lambang kebanggaan Turki dan umat Islam. Rupanya belajar melalui kaedah luar biasa ini mampu menghasilkan pulangan yang luar biasa. Mana mungkin seorang penjaga kuda boleh bertukar menjadi arkitek hanya melalui ilmu yang diperolehi melalui mimpi dan ilham, tanpa berguru?

————————————————————————————

Contoh saintis lain yang dapat dijadikan teladan adalah Imam Ghazali rh dan Mimar Sinan. Mimar Sinan dari Turki adalah seorang wali Allah. Masjid Biru yang dibinanya lebih dari 500 tahun yang lalu sangat menunjukkan betapa hebatnya Kuasa Tuhan yang dapat memberikan ilmu-ilmu yang luar biasa pada orang yang kuat hubungannya dengan Tuhan. Di saat gempa bumi di Turki, pada tahun 2000, ribuan orang mati, ratusan bangunan runtuh, tetapi masjid biru yang dibangunkannya masih tetap tegar berdiri.

Dalam pembangunan mesjid tersebut Tuhan ilhamkan berbagai aplikasi teknologi, diantaranya : aerothermodynamic, civil, acoustic dan chemical, dimana formula matematiknya sendiri baru dapat dijumpai pada abad ke 20.

Bila tidak paham kedudukan sains, manusia sering memandang hebat bila ahli saintis yang membuat kajian hingga menemukan sesuatu. Sedangkan mereka tidak merasa kehebatan Tuhan.

Padahal apalah istimewanya. Para saintis mengkaji dan menemukan benda yang memang sudah wujud. Mereka tidak menciptakan sesuatu yang tadinya tidak ada menjadi ada tanpa menggunakan bahan-bahan dari Tuhan, misalnya membuat sebiji pasir. Sepatutnya semakin banyak penemuan-penemuan yang Tuhan berikan, manusia semakin bertambah rasa bertuhan dan rasa kehambaannya. Semakin tersungkur dengan Tuhan.

Begitulah pandangannya tentang falsafah sains dan teknologi. Kami semua terpegun dan dalam hati masing-masing berkata, beliau bapak saintis dan teknologi di zaman ini, karena telah meletakkan sains dan teknologi seperti yang Tuhan kehendaki. Hal ini tidak dibuat oleh saintis dan ahli teknologi lain di dunia ini.

Komentar»

No comments yet — be the first.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: